Sejarah Suku Afyat

Suku Dunia ~ Ayfat adalah kelompok sosial yang berdiam dalam wilayah Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat. Daerah ini dikenal pula dengan nama "Kepala Burung". Mereka menempati aliran sungai Kamundan dan di sekeliling danau Ayamuru. Beberapa kelompok masyarakat di daerah Kepala Burung ini, seperti kelompok yang bernama Marej, Karon, Ayammaru, dan Ayfat mempunyai bahasa yang berbeda dalam tingkat dialek dan tergabung dalam satu rumpun bahaya yang disebut bahasa Meybrat. Kekhasan lain dari kelompok-kelompok tersebut ialah adanya suatu gejala budaya "tukar menukar kain" yang disebut kain timur.


Kelompok tersebut diatas ini atau yang mendiami daerah Kepala Burung dianggap sebagai satu diantara sembilan "wilayah budaya" di Papua Barat. Wilayah budaya ini dinamakan "Wilayah Budaya Kepala Burung Bomberai". Dominasi adat-istiadat yang menonjol di wilayah budaya ini adalah kompleksitas kain sakral yang secara populer disebut kain timur tadi. Kain ini banyak kemiripannya dengan kain tenun buatan Nusa Tenggara Timur. Akan tetapi bila dilihat dari motif-motif hiasannya tampak lebih kuno.

Kain ini dapat dikategorikan menjadi kain yang bernilai keramat dan kain yang bisa diedarkan atau diperjual belikan sebagai alat bayar. Kain yang bernilai keramat adalah milik kelompok atau klen yang disimpan sebagai harta pusaka atau tidak boleh diperjual belikan serta sebagai alat tukar. Kain keramat ini disimpan secara rahasia, dibalut dengan pembungkus khusus berupa kulit kayu atau daun pandan. Kain itu dihadirkan hanya pada upacara-upacara penting, misalnya pada saat perundingan untuk pembayaran mas kawin ketiga yang terbesar dan terakhir, pada saat pemujaan, dan lain-lain. Kain jenis yang dapat diedarkan lagi atas dua derajat, yaitu jenis laki-laki atau jantan dan jenis perempuan atau betina.

Umumnya mereka sebagai suatu "rumah tangga" hidup dalam rumah panggung yang relatif tinggi yang didirikan di tengah kebun. Sebuah rumah semacam itu dihuni oleh satu keluarga batih yang sering ditambah dengan anggota lain seperti anak angkat, seorang janda atau duda dari kerabat dekat, seorang kenalan yang sedang dalam perjalanan. Kelompok semacam ini biasanya mengadakan kontak dengan kelompok serupa sebagai tetangganya yang berdiam di kebun yang berdekatan dan berkembang menjadi suatu ikatan klen atas dasar asal usul bersama yang sudah diakui. Ikatan kekerabatan ini berdasarkan garis patrilineal, meskipun ada yang lebih cenderung pada garis wanita.

Mata pencaharian utama adalah usaha berladang, meramu hasil hutan, serta berburu dan menangkap ikan sebagai sambilan. Mereka juga meramu sagu, menanam pisang dan kelapa. Masyarakat ini mulai berubah setelah masuknya pengaruh Belanda, zending tahun 1911, missi tahun 1949, dan pemerintah Indonesia. Salah satu faktor yang menarik mereka hidup di daerah pantai misalnya ke Sorong adalah kebutuhan tenaga kerja untuk perusahaan minyak sekitar tahun 1957. Selain itu perubahan terjadi karena perdagangan dan kontak dengan pihak luar yang lain di daerah pantai itu. Barang-barang yang diperdagangkan itu, selain kain-kain juga gelang-gelang dari kulit siput, taring buaya dan babi, kalung dan ikat pinggang yang dihiasi manik-manik, burung cenderawasih. Yang disebut perdagangan atau pertukaran kain timur itu mempunyai berbagai aturan yang kompleks dan ada kaitannya dengan hubungan kekerabatan.

Pertukaran kain itu terkait dengan kelahiran bayi, dimana dalam rangka pemberian nama bayi itu para kerabat memberikan hadiah kain-kain. Segala bantuan dukun waktu kelahiran dan perawatan bayi itu waktu sakit dibayar dengan kain. Upacara inisiasi dari remaja menjadi dewasa, perkawinan, upacara inisiasi dan kematian, pembuatan rumah juga mempunyai kain dengan pemberian atau pertukaran kain. Pertukaran kain ini begitu menonjol dalam kehidupan mereka bukan demi pemilikan kain-kain itu yang memang ada nilai profannya, bukan pula demi untuk menarik keuntungan, melainkan demi saling merangsang untuk kehidupan yang lebih intensif dengan saling mengajukan tuntutan yang lebih tinggi.

Sumber : Ensiklopedi Suku Bangsa Di Indonesia oleh M. Junus Melalatoa

0 Response to "Sejarah Suku Afyat"

Posting Komentar