Suku Dunia ~ Lamaholot adalah salah satu suku bangsa asal yang berdiam di dalam wilayah Flores Timur. Provinsi Nusa Tenggara Timur. Mereka mendiami sebagian besar wilayah tersebut, yang meliputi bagian timur pulau Flores, pulau Adonara, pulau Solor, dan pulau Lomblem. Dalam wilayah ini mereka hidup berdampingan dengan kelompok-kelompok lain, seperti orang Kedang, orang Labala, disamping adanya kelompok pendatang seperti Bugis, Makassar, Buton, dan keturunan Cina.
Lokasi dan Lingkungan Alam
Daerah ini yang berupa pulau-pulau ini luasnya 3.079,23 km2, ke sebelah utara menghadap Laut Flores, ke barat bertetangga dengan daerah Kabupaten Sikka, ke selatan menghadap Laut Sawu, dan ke timur berbatasan dengan wilayah Kabupaten Alor. Daerah ini merupakan wilayah kepulauan vulkanis dihiasi rangkaian bukit-bukit dengan sejumlah gunung berapi, misalnya gunung Lewotoli Laki dan Lewotoli Perempuan. Sebagian besar daerah ini ditutupi padang rumput dan selebihnya berupa hutan belukar dengan dataran yang sempit di daerah pantai dan di tepi aliran sungai. Sungai tertentu berair hanya pada musim hujan.
Flores di daerah ini mulai dari padang rumput sampai kepada pohon besar di bukit-bukit tadi, dan di daerah dekat pantai diselingi pohon lontar, kosambi, dan kayu putih. Di hutan tadi hidup pula berjenis binatang dan burung, misalnya rusa, babi hutan, kera, burung nuri, kakaktua, burung ketil, dan lain-lain. Hewan peliharaan adalah babi, kambing, ayam, anjing. Hewan peliharaan ini hanya untuk kebutuhan sendiri, misalnya untuk penyelenggaraan adat.
Demografi Suku Lamaholot
Ada pendapat bahwa penduduk asal daerah Nusa Tenggara Timur umumnya menunjukkan tingkat mobilitas yang rendah. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh letak pemukiman mereka yang berada di puncak-puncak bukit dan karena keterikatan pada adatnya. Namun beberapa suku bangsa, di antaranya orang Lamaholot atau orang Solor, tingkat mobilitasnya lebih tinggi. Mereka bukan hanya sebagai petani, tetapi juga sebagai nelayan, pedagang, dan pelaut. Oleh karena itu mereka berada di luar daerahnya sendiri.
Sehubungan dengan asal-usul orang Lamaholot ini ada sejarah lisan yang mengatakan bahwa mereka berasal dari Keroko Pukeng atau Lepan Batang, sebuah pulau kecil di sebelah utara pulau Pantar, yang kini termasuk wilayah Kabupaten Alor. Pada suatu masa yang lalu pulau kecil itu mendapat bencana dimana rumah-rumah tergenang air. Karena itu mereka pindah dan akhirnya sampai di Flores Timur ini.
Bahasa Suku Lamaholot
Orang Lamaholot memiliki bahasa sendiri yaitu bahasa Lamaholot. Bahasa ini bersama beberapa bahasa lain (seperti bahasa Sikka, bahasa Krowe Muhang, bahasa Muhang) digolongkan oleh para ahli ke dalam rumpun bahasa Ambon Timur. Bahasa yang dipergunakan terdiri atas bahasa Lamaholot Barat. Lamaholot Tengah, dan Lamaholot Timur.
Bahasa Lamaholot Barat yang paling besar jumlah penuturnya, terdiri atas beberapa dialek, yaitu Pukaunu, Lewotobi, Lewolaga, Bama, Lewolwma, Waibulan, Baipito, Tanjung, Buton, Horowura, Waiwadan, Watan, Kiwang Ona, Dulhi, Wua Kerong, Belang, Lamalera, Mulan, Lamahora, Merdeka, Ile Ape, Ritaebangm dan Lemakera. Bahasa Lamaholot Tengah terdiri atas dialek Mingar, Lewo Penutu, Lewotala, Lewokukun, Imaldo, Lewuka, Kalikara, dan Painara. Bahasa Lamaholot Timur yang paling sedikit jumlah penuturnya terdiri atas dialek Lewowlong dan Lamatuka.
Pola Perkampungan Suku Lamaholot
Mereka yang berdiam di pedalaman ada yang mendirikan rumah di atas bukit, dan ada yang di daerah dataran suatu lembah, serta yang di pantai mendirikan rumah-rumah di sepanjang pantai.
Pada masa lampau mereka umumnya memilih pemukiman di puncak-puncak bukit yang sulit untuk dijangkau. Pada masa kini sebagian desa-desa mereka itu masih memperlihatkan ciri-ciri tradisi, meskipun di sana sini sudah masuk unsur-unsur pengaruh baru dari luar. Orang Lamaholot mendiami suatu wilayah tempat tinggal berupa desa atau kampung yang disebut lowo tanah atau niilaga.
Pola perkampungan mereka mengelompok padat, berbentuk empat persegi panjang, yang membujur dari arah utara ke selatan dan mereka tampak berorientasi pada empat arah mata angin. Mereka biasa menyebut kampung bagian utara, kampung bagian timur, dan seterusnya selatan dan barat.
Kampung-kampung lama biasanya di kelilingi pagar batu dengan tujuan agar terlindung dari serangan musuh atau dari gangguan binatang. Sekarang batas itu sudah tidak jelas karena kawasan yang diberi batas itu terlalu luas yang meliputi ladang atau bekas ladang. Rumah-rumah tradisional Lamaholot biasanya menghadap ke laut atau membelakangi gunung. Rumah itu umumnya berupa panggung. Struktur rumah terbagi atas bagian depan dan belakang sebagai beranda, bagian kiri dan kanan sebagai tempat untuk tidur dan tempat upacara.
Bagian tengah menjadi dapu dan di bagian atas atau loteng sebagai tempat menyimpan benda-benda pusaka. Bahan untuk pembuatan rumah adalah kayu, lontar dan bambu, atapnya terbuat dari rerumputan, ijuk, dan lantai terbuat dari papan atau bambu. Setiap rumah terdapat tiang utama yang suci yang merupakan tempat arwah leluhur.
Rumah adat yang disebut korke terletak di bagian belakang dari sebuah kampung. Dalam bangunan adat ini terdapat sebuah tiang suci yang disebut ria lima lanang sebagai lambang Yang Maha Kuasa (Rera Wulan Tana Ekan). Pada halaman korke terdapat bangunan pagar batu yang di atasnya terletak sebuah menhir, sedangkan di bagian lain ada bangunan megalitik sebagai tempat persembahan kepada Yang Maha Kuasa dan kepada leluhur. Bangunan ini disebut Naba nara. Dalam kompleks bangunan megalitik ini terdapat halaman luas sebagai tempat pementasan tari-tarian sakral.
Mata Pencaharian Suku Lamaholot
Mata pencaharian utama adalah bercocok tanam di ladang dengan tanaman utama padi. Pertanian ini dilakukan dengan sistem tebang bakar. Tanah yang dikerjakan itu merupakan milik adat yang disebut tanah wungu dan pada masa lalu pengerjaannya diatur oleh kepala adat. Setiap tahap pekerjaan harus diawali dengan upacara. Dalam pekerjaan itu mereka juga mengenal pembagian kerja berdasarkan gender.
Pekerjaan berat seperti pembukaan hutan dilakukan oleh laki-laki, dan tahap menanam dan panen dikerjakan oleh laki-laki dan perempuan. Mereka juga mengenal sistem gotong royong. Tanaman lain yang dibudidayakan adalah ubi kayu, jagung, kacang-kacangan, pisang, nangka, kopi, kemiri, kelapa, dan lain-lain. Kebun kopi yang cukup luas terdapat di Kecamatan Wulan Gitang. Perkebunan kelapa terdapat merata di berbagai wilayah Kabupaten ini. Alat-alat pertanian masih sederhana, misalnya parang, kapak, tofa untuk membersihkan rumput, tugal, pisau alat memamen padi.
Organisasi Sosial Suku Lamaholot
Kesatuan sosial terkecil adalah keluarga inti, yang disebut langeuma. Beberapa langeuma bergabung membentuk suatu kesatuan keluarga lebih luas, yang disebut manuk one atau amang. Gabungan manuk one membentuk klen yang disebut nua newa atau wungu. Prinsip keturunannya patrilineal, khususnya dalam pemujaan dan penerimaan harta warisan. Seorang anak termasuk menjadi anggota klen ayahnya.
Dalam keluarga inti, ayah lebih banyak sebagai pengambil keputusan. Anak laki-laki dibiasakan mengikuti upacara-upacara adat. Anak laki-laki bertanggung jawab terhadap saudara perempuannya dan hubungan anak laki-laki dengan ibunya terjalin erat. Sebaliknya hubungan antara anak perempuan dengan ayahnya ditandai oleh hubungan sungkan.
Dalam perkawinan, mereka menganut prinsip eksogami klen, artinya mencari jodoh harus di luar klen sendiri. Klen pemberi gadis disebut bela ke dan klen penerma gadis disebut ona opu. Adat menetap sesudah nikah adalah virilokal, dimana pasangan penganten akan menetap di sekitar kediaman kerabat suami. Sebagai salah satu syarat dalam perkawinan adalah mas kawin, yaitu berupa gading (bala) dengan macam-macam ukuran. Semakin besar ukuran gading itu tentu semakin baik.
Agama Dan Kepercayaan Suku Lamaholot
Agama yang mereka anut adalah Katolik, Kristen, Protestan, dan Islam. Agama Islam diduga lebih dahulu masuk ke NTT umumnya. Perkembangan agama Islam itu dimulai di daerah pantai Solor, Alor. Daerah Solor dan sekitarnya merupakan bandar penting pada waktu Portugis datang telah dikuasai oleh penganut agama Islam.
Perkembangan agama Katolik erat hubungannya dengan masuknya kekuasaan Portugis. Meskipun agama tadi sudah relatif lama masuk ke daerah ini, namun sistem kepercayaan yang berasal dari leluhur masih cenderung bertahan. Mereka percaya kepada Dewa tertinggi yang disebut lera wulan tana ekan sebagai sang pencipta.
Mereka percaya kepada roh-roh nenek moyang yang mempunyai hubungan langsung dengan anak cucu yang masih hidup. Oleh sebab itu, mereka mempunyai suatu tradisi memberi bayi yang baru lahir dengan nama salah seorang nenek moyangnya. Mereka beranggapan bahwa roh-roh nenek moyang inilah yang menjadi perantara mereka dengan dewa tertinggi. Roh nenek moyang bisa memberi berkat maupun kutukan kepada keturunannya, yang berbuat baik atau sebaliknya.
Suku bangsa ini juga percaya adanya makhluk-makhluk halus penunggu desa, sumber-sumber alam, dan kekuatan gaib. Menurut pendapat mereka, kematian adalah akhir perjalanan masa kehidupan di dunia fana, dan awal perjalanan panjang menuju dunia seberang untuk bergabung dengan para leluhur yang lebih dahulu pergi dan menyediakan tempat bagi mereka.
Sumber : Ensiklopedi Suku Bangsa Di Indonesia oleh M. Junus Melalatoa
0 Response to "Sejarah Suku Lamaholot"
Posting Komentar