Suku Dunia ~ Mapur adalah kelompok etnik yang tinggal di beberapa daerah di Kecamatan Belinyu, Kabupaten Bangka, Provinsi Sumatera Selatan. Kecamatan Belinyu merupakan wilayah administratif seluas 891 km persegi, yang terbagi menjadi 9 desa. Jumlah penduduk kecamatan ini 44.468 jiwa (1988). Tidak ketahui secara pasti berapa persen orang Mapur di antara mereka.
Berdasarkan lokasi tempat tinggal orang Mapur dibedakan menjadi dua, yaitu yang tinggal di pedalaman dan yang tinggal di tepi pantai. Orang Mapur pedalaman tinggal di hutan-hutan, sehingga jarang memperoleh kesempatan untuk mengenal kebudayaan lain. Rumah mereka biasanya berupa rumah panggung yang berdinding kulit kayu dan beratap rumbia. Sebaliknya, orang Mapur pantai yang lebih banyak mempunyai kesempatan bertemu dengan orang luar lebih banyak menyerap kebudayaan baru, sehingga tingkat kehidupannya lebih maju. Tingkat kemajuan mereka dapat dilihat dari peralatan yang mereka pakai, misalnya mesin pembuat minyak kelapa panci dan ketel dari almunium, alat-alat makan dan minum dari plastik atau beling yang merupakan hasil produksi masyarakat lain. Di daerah pantai banyak rumah berdinding papan atau beratap genting, bahkan ada yang berlantai semen.
Mata Pencaharian Suku Mapur
Untuk memenuhi kebutuhan hidup, orang Mapur melakukan berbagai usaha, antara lain bercocok tanam, berburu, dan beternak. Kegiatan bercocok tanam dapat dibedakan menjadi dua, yaitu berladang secara berpindah dan bercocok tanam menetap. Padi merupakan tanaman pokok di ladang-ladang, dengan tanaman selingan jagung, ubi kayu, dan cabai.
Kegiatan pertanian di ladang masih dilakukan dengan cara sederhana. Sistem perladangan berpindah biasanya dilakukan orang Mapur di daerah pedalaman, dengan menggunakan peralatan parang dan beliung saja. Hal ini dimungkinkan oleh karena lahannya yang luas. Lahan yang ditinggalkan akan didatangi lagi untuk ditanami sekitar 3 tahun kemudian. Masyarakat Mapur yang tinggal di daerah pantai biasanya bercocok tanam secara menetap, yang berarti lahannya tidak berpindah-pindah dalam jangku waktu yang lama. Hampir semua orang di daerah pantai mempunyai kebun kelapa. Selain itu juga terdapat kebun lada dan karet.
Sebagaimana masyarakat terasing lainnya, berburu merupakan salah satu mata pencaharian lainnya. Dalam hutan yang luas terdapat berbagai jenis binatang, antara lain pelanduk, kijang, babi hutan, kera, dan ular. Bagi masyarakat daerah pantai laut merupakan arena penangkapan ikan sotong (cumi-cumi) dan tongkol.
Sebagai usaha sambilan untuk memenuhi kebutuhan hidup, orang Mapur memelihara babi dan ayam untuk ternakkan. Selain untuk konsumsi sendiri, binatang ini juga diperdagangkan. Pengertian "perdagangan" di daerah ini tidak berarti usaha jual beli dengan mengambil keuntungan, melainkan merupakan usaha tukar-menukar barang kebutuhan sehari-hari. Hasil bumi yang dapat di jual adalah kelapa, lada, karet, jahe, kunyit, kencur, damar, rotan, kayu, dan ikan. Uang hasil penjualan itu kemudian akan dibelikan barang-barang yang mereka perlukan, yaitu gula, kopi, garam, teh, minyak, dan pakaian. Kebanyakan rumah tangga juga memelihara anjing yang sangat berguna dalam usaha perburuan.
Kemasyarakatan Suku Mapur
Karena letak permukimannya yang relatif terpencil, orang Mapur mempunyai adat dan kehidupan sosial yang berbeda dari orang Bangka pada umumnya. Dalam usaha bercocok tanam mereka mengenal sistem gotong royong yang disebut baganjal dan baseo. Baganjal adalah kerja sama dalam menanam atau memanen tanaman. Orang yang membantu bekerja tidak diberi upah sebagai imbalan jasa, mereka hanya dijamu makan ala kadarnya, biasanya berupa bubur. Dalam gotong royong baseo, orang yang bekerja diberi upah, biasanya berupa uang sekadarnya saja sehingga tidak membebani orang yang punya kerja.
Orang Mapur sering melakukan acara sedekahan (kenduri), terutama dalam acara perkawinan atau hajatan lainnya. Sesudah panenan, orang Mapur juga mengadakan semacam kenduri. Dengan masing-masing membawa sedulang nasi, para petani pergi ke balai untuk kemudian makan bersama-sama. Sebelum acara makan, terlebih dahlu dibacakan doa-doa untuk memohon agar panenan berikutnya lebih baik.
Perkawinan Suku Mapur
Sebagaimana lazimnya, upacara perkawinan didahului oleh perkenalan seorang bujang dan seorang gadis. Apabila kedua-duanya sudah sepakat untuk berkeluarga, si gadis lari ke rumah orang tua si bujang dan menginap di situ. Keluarga si bujang kemudian mengirimkan wakilnya untuk meminang dan menentukan mas kawin dan hari perkawinan. Dalam upacara perkawinan, kedua mempelai mengucapkan "janji perkawinan".
Dalam rumusan janji tersebut, mempelai pria akan menaati adat dan tidak akan meninggalkan istri dalam keadaan hamil atau sakit payah, ia juga tidak akan beristri dua orang atau lebih, terkecuali ada persetujuan dari istri yang diucapkan di depan pejabat. Jika suami pergi meninggalkan istri selama tiga bulan perjalanan darat dan enam bulan perjalanan laut, jika si istri tidak rela dan mengadu ke pengadilan, jatuhlah talak dengan sendirinya. Sebaliknya, jika si istri tidak dapat menjalankan kewajibannya dan tidak rukun dalam waktu 30 hari, ia berjanji akan mengembalikan tiga kali lipat uang mas kawin dan segala biaya perkawinan.
Baca juga:
Upacara Kematian Suku Mapur
Mayat dibaringkan di tempat sewaktu ia mengembuskan nafas terakhir. Sebelum dikuburkan, mayat dimandikan dengan air bersih kemudian dengan air kunyit. Tubuh mayat dibungkus kain putih yang dilapisi tikar atau kulit kayu. Agar roh si mati tidak pulang ke rumah, mayat di keluarkan melalui pintu belakang dan kayu lantai tempat memandikan mayat dibuang tujuh batang. Ke dalam kubur disertakan pula sebilah parang, sebuah piring dan cangkir.
Pada jaman dulu mayat diletakkan dalam posisi duduk, dengan disertai bangkai anjing hitam, bantal, tikar, belanga dan padi. Penguburan ini bersifat sementara dan setahun kemudian akan diadakan upacara nambek, yaitu upacara memindah mayat ke kuburan lain. Kata nambek berasal dari kata "menambak" atau membuat tambak. Dengan upacara yang khidmat, kuburan sementara dibongkar dan isinya dipindahkan ke kuburan lain yang berbentuk segi empat. Di atas tanah kuburan tetap ini direntangkan rotan. Bidang segi empat ini kemudian ditambak dengan empat bilah papan, lalu diisi tanah. Di atas tambak pertama disebut dibangun lagi tambak-tambak kecil bertingkat-tingkat sehingga kuburan tampak seperti menara.
Agama dan Kepercayaan Suku Mapur
Sebagaimana masyarakat terasing lainnya, orang Mapur menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Oleh karena itu orang Bangka dan Belanda pada waktu itu menyebut mereka orang Lum, yang artinya tidak beragama. Beberapa orang yang kemudian masuk agama Kristen masih tetap melakukan kebiasaan-kebiasaan animisme. Beberapa orang lagi masuk agama Islam. Orang Mapur percaya akan adanya To'ala, yang bagi mereka dianggap sebagai Tuhan. Dalam kepercayaan mereka, orang Islam dan orang Lum sama saja, hanya tempatnya di surga berbeda. Karena usaha para misionaris, agama Kristen cukup berpengaruh di kalangan mereka. Bahkan di Air Abik terdapat sebuah gereja, dengan pendeta seorang tokoh masyarakat Mapur.
Karena pergaulan dengan pedagang Cina, kepercayaan Kong Hu Cu juga mempunyai pengaruh dalam sistem kepercayaan mereka. Hal itu tampak misalnya dalam kepercayaan kepada roh leluhur yang ditunjukkan dengan roh jahat. Kedatangan burung belang merupakan pertanda datangnya bencana. Untuk mencegahnya, bila bertemu burung belang, orang Mapur selalu mengucapkan permintaan untuk selamat dan janji akan menggantungkan ketupat dan lauknya dipohon tempat burung itu dulu bertengger. Bila terbukti kemudian ia selamat, janji itu segera dipenuhinya. Kalau ada burung belang masuk rumah, si tuan rumah segera mengadakan selamatan.
Bahasa Suku Mapur
Meskipun sudah bercampur dengan bahasa Melayu, orang Mapur mempunyai bahasa sendiri yang disebut bahasa Lom. Karena kemiripannya dengan bahasa Melayu tersebut orang Mapur tidak mempunyai kesulitan dalam berkomunikasi dengan masyarakat luar di sekitarnya. Contoh kata-kata dalam bahasa Mapur adalah: bejitan = hamil, bijilan = berjalan, dek aig = habis, desen = di sini, itek = itu, kesen = kemari, maken = makan, ne = tidak, negrata = tidak mau, nidi = tidak ada, pacak = bisa.
Sumber : Ensiklopedi Suku Bangsa Di Indonesia oleh M. Junus Melalatoa
0 Response to "Sejarah Suku Mapur"
Posting Komentar