Suku Dunia ~ Marind Anim adalah salah satu suku bangsa yang mendiami wilayah Provinsi Papua Barat. Mereka berdiam dalam tiga daerah yaitu, Merauke, Okaba, dan Muting. Sebagian dari anggota suku bangsa Marind Anim berdiam di daerah pantai selatan di Laut Arafuru dan sebagian lainnya di pedalaman di hulu Sungai Bian, Sungai Kumbe, Sungai Merauke. Di bagian hulu ini mereka berdiam di tepi sungai atau di sekitar rawa-rawa.
Lingkungan Alam Suku Marin Anim
Daerah tempat berdiam Suku bangsa Marind Anim ini beriklim tropis yang dipengaruhi oleh iklim benua Australia, ada perbedaan besar iklim pada musim hujan dan musim kemarau. Pada musim kemarau rawa-rawa, sungai-sungai dan sumur menjadi kering. Rumput menjadi kering dan pohon tertentu menjadi gundul. Nyamuk pun berkurang dan banyak orang berburu dan bermalam di hutan.
Musim hujan disertai angin keras, udara menjadi panas dan lembab, terjadi banjir, nyamuk menjadi banyak, penyakit mengganas. Tanah disini tidak subur, sepanjang pantai terdapat hutan bakau, hutan sagu dan rawa-rawa. Daerah daratan ditandai dengan sabana, dan hutan primer.
Laut dan muara sungai seperti Sungai Merauke, menghasilkan ikan kakap, ikan pari, ikan sembilang, udang, bebek laut, buaya, burung camar dan lain-lain. Binatang peliharaannya meliputi sapi, babi, kuda, kambing, ayam, itik, anjing, dan lain-lain. Jenis fauna lain yang terdapat disana adalah babi hutan, rusa, kangguru, tikus, ular, kadal, biawak, musang, katak, serta berbagai jenis burung seperti kakak tua putih, nuri, bangau, kasuari, cendrawasih, burung rajawali, merpati. Jenis tumbuh-tumbuhan lain yang dijadikan makanan adalah sagu, pisang, kelapa, mangga, kacang-kacangan. Tumbuhan lainnya adalah bakau, pinang, kayu putih, bambu, dan lain-lain.
Bahasa Suku Bangsa Marind Anim
Orang Marind Anim memiliki bahasa sendiri, yaitu bahasa Marind Anim. Bahasa ini masih bisa dibagi atas beberapa dialek, masing-masing dialek Imaz, dialek Sangase, dan dialek Gawir. Para ahli bahasa berpendapat, bahwa bahasa ini mempunyai persamaan dengan bahasa di daerah tengah Sungai Fly di Papua Nugini, bahasa orang Jee-anim, dan bahasa penduduk Kepulauan Kiwai di Selatan Torres.
Mata Pencaharian Suku Bangsa Marind Anim
Kegiatan sehari-hari mereka adalah mengumpulkan sagu, berkebun, berladang, berburu, menangkap ikan dan mengumpulkan hasil hutan. Pohon sagu hidup secara liar di rawa-rawa. Sagu merupakan makanan pokok dan sagu itu begitu penting dalam pandangan mereka, sehingga diidentikkan sebagai Dewa (dema). Selain sagu, mereka juga menanam kelapa, arak (wati), pisang, tembakau, umbi-umbian. Kelapa menjadi sumber makanan yang penting dan berfungsi pula untuk membantu kehidupan mereka. Wati menjadi sajian dalam pesta-pesta dan upacara-upacara adat. Mereka tidak mengenal kebiasaan menanam sayur-mayur, melainkan hanya mengambil tumbuh-tumbuhan tertentu yang dibutuhkan dari hutan.
Pola Perkampungan Suku Bangsa Marind Anim
Perkampungan mereka tampak mewujudkan pola mengelompok adat. Perkampungan yang terletak di dekat pantai, didirikan di atas bukit-bukit pasir yang biasanya dekat muara sungai. Perkampungan yang terletak di pedalaman didirikan di lembah-lembah di tepi sungai atau sekitar rawa-rawa. Suatu perkampungan (mirav) dikelilingi tanah pertanian, wilayah perburuan, tempat mencari ikan, kebun kelapa, kuburan, sumur untuk air minum dan air mandi. Mereka juga membuat gubuk-gubuk sederhana di ladang, yang digunakan pada musim sibuk.
Rumah orang Marind Anim seperti yang tampak di kampung Buti merupakan rumah-rumah besar persegi, dengan panjang 8-10 meter dan lebar sekitar 5-8 meter, yang ditopang oleh deretan tiang-tiang. Dindingnya terbuat dari kayu atau bambu dan atapnya terbuat dari daun kelapa atau daun sagu. Kaum laki-laki hidup terpisah di rumah laki-laki (otiv) dan perempuan dengan anak-anak yang masih kecil tinggal di rumah perempuan (sava). Rumah laki-laki hanya boleh didiami oleh sejumlah laki-laki yang seketurunan dengan ayah dan sangat tabu bagi wanita. Sebaliknya, rumah perempuan hanya didiami oleh wanita para istri dari laki-laki yang berasal dari satu keturunan, serta saudara perempuan suami yang sudah janda. Dalam satu kampung biasanya sava lebih banyak jumlahnya dari pada otiv.
Bagi Orang Marind Anim, rumah dianggap suci, karena itu orang tidak boleh melakukan sembarang perbuatan di dalam rumah. Bersenggam* dilakukan di luar rumah, bahkan di luar kampung, misalnya di ladang, ketika mencari ikan, mengumpulkan hasil hutan, dan lain-lain. Bangunan untuk tempat upacara adat biasanya terletak di tengah kampung, kecuali bangunan tempat inisiai yang terletak di luar kampung atau di hutan. Pada masa terakhir ini bangunan rumah dengan berbagai fungsinya seperti tersebut di atas sudah mulai berubah.
Organisasi Sosial Suku Bangsa Marind Anim
Satu kampung didiami oleh satu kelompok kerabat yang disebut boan. Mereka merasa berasal dari satu nenek moyang (dema), yang terikat oleh lambang totem dengan upacara dan mitologi tertentu.
Kelompok ini terikat oleh prinsip keturunan yang patrilineal dengan adat menetap sesudah nikah yang patrilokal. Kelompok ini dapat disebut sebagai klen. Antara sesama anggota kelompok ini ada larangan nikah (eksogami boan). Dalam masyarakat ini, terutama di masa lalu, keluarga batih rupanya tidak begitu penting, karena anggota keluarga yang laki-laki terpisah dengan anggota keluarga yang perempuan dalam rumah-rumah yang berbeda.
Sumber : Ensiklopedi Suku Bangsa Di Indonesia oleh M. Junus Melalatoa
0 Response to "Sejarah Kebudayaan Suku Bangsa Marind Anim"
Posting Komentar