Suku Dunia ~ Suku Dawan biasa pula dinamakan suku bangsa Atoni. Suku bangsa ini merupakan salah satu kelompok penduduk asal di Pulau Timor Propinsi Nusa Tenggara Timur. Mereka berdiam terutama dalam wilayah tiga Kabupaten, yaitu Kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan, dan Kabupaten Timor Tengah Utara.
Lingkungan Alam. Pulau Timor umumnya dipengaruhi oleh iklim tropis. Secara khusus ketiga kabupaten wilayah kediamanan orang Dawan dipengaruhi oleh musim hujan yang pendek dan musim kemarau yang lebih panjang. Pulau Timor ditandai empat tipe savana. Di daerah savana itu terdapat pohon lontar gewang, kayu besi, cemara, eucalyptus hitam kayu jati, bakau, jambu biji, kayu merah, cendana, kayu putih dan lain-lain. Hutan di pulau ini hanya 11 persen dari keseluruhan luas pulau. Alamnya berbukit-bukit dengan beberapa puncak gunung. Pulau Timor juga dialiri oleh banyak sungai yang pada umumnya kering pada musim kemarau. Struktur tanah pada umumnya merupakan sedimen laut berupa tanah liat dan kapur. Batu-batuan terdapat hampir merata di seluruh wilayah. Dengan keadaan alam seperti ini, wilayah ini agak sukar diolah untuk lahan pertanian. Daerah persawahan hanya terdapat di daerah pantai utara dengan sarana irigasi yang berasal dari sungai-sungai yang mengalir di sana. Daerah ini dipengaruhi iklim tropis dengan curah hujan yang rendah.
Demografi Suku Dawan
Jumlah orang Dawan tidak dapat diketahui secara pasti. Sensus penduduk tahun 1930 mencatat jumlah gabungan anggota suku bangsa Atoni, Belu dan orang Kupang sebanyak 700.000 jiwa. Penduduk Kerajaan Kupang, TTS, TTU pada tahun 1930 sebesar 252.528 jiwa. Sensus tahun 1971 menunjukkan bahwa penduduk Kabupaten Kupang, Kabupaten TTS, dan Kabupaten TTU berjumlah 1.066.841 jiwa. Dalam data kependudukan tersebut dicantumkan keterangan bahwa orang Dawan adalah kelompok etnik yang tersebar jumlahnya di daratan Pulau Timor. Dalam kabupaten tersebut mereka hidup bersama dengan berbagai kelompok lain, baik penduduk setempat asal NTT sendiri, seperti orang Sabu, Rote, Helong, Tetun, Kemak, Alor dan lain-lainnya, maupun pendatang dari luar NTT, misalnya Bugis, Cina, Arab.
Baca juga :
- Sejarah Suku Atoni
- Sejarah Suku Rote
- Sejarah Suku Helong
- Sejarah Suku Kemak
- Sejarah Suku Alor
- Sejarah Suku Bugis
Hasil penelitian Tim Peneliti Suku Bangsa dari Kanwil Depdikbud NTT tahun 1983 dapat memberikan gambaran mengenai jumlah dan penyebaran orang Dawan di beberapa kabupaten di Pulau Timor dan sekitarnya. Dalam penelitian tersebut jumlah orang Dawan tercatat sebanyak 522.308 jiwa. Di Kabupaten Kupang orang Dawan berjumlah 85.425 jiwa, yang menyebar di Kecamatan Sabu Barat (50 jiwa), Loba Lain (500 jiwa), Kupang Barat (45.225 jiwa), Kupang Tengah (15.200 jiwa), Kupang Timur (5.475 jiwa), Fatuleu (2.425 jiwa), Amarasi (30.700 jiwa), Amfoang Utara (12.800 jiwa) dan Amfoang Selatan (14.050 jiwa).
Di Kabupaten Timor Tengah Selatan orang Dawan berjumlah 292.150 jiwa, yang menyebar di Kabupaten Mullo Selatan (29.300 jiwa), Mullo Utara (33.800 jiwa), Amanuban Barat (13.775 jiwa). Amanuban Tengah (33.000 jiwa) Amanuban Selatan (46.775 jiwa) Amanatun Selatan (43.750 jiwa), Amanatun Utara (24.000 jiwa), dan Amanatun Timur (49.750 jiwa). Di Kabupaten Timor Tengah Utara orang Dawan berjumlah 118.750 jiwa, yang menyebar di Kecamatan Buboki Utara (10. 325 jiwa), Insana (31.250 jiwa) Miomafo Barat (22.450 jiwa) dan Miomafo Timor (54.725 jiwa). Di Kabupaten Belu orang Dawan berjumlah 25.975 jiwa yang tersebar di Malaka Barat (9.500 jiwa), Malaka Tengah (7.200 jiwa), Malaka Timur (9.275 jiwa).
Pola perkampungan. Menurut tradisi perkampungan orang Dawan biasanya didirikan dipuncak-puncak bukit dan dikelilingi oleh dinding batu, kaktus, atau semak-semak berduri. Letak dan pagar itu di masa lalu ada kaitannya dengan keamanan dari serangan musuh. Warga setiap kampung biasanya masih merupakan kerabat satu kampung bisa membuat perkampungan baru, sehingga anggota kerabat itu terpencar pada satu daerah yang luas. Pendirian kampung baru disesuaikan dengan daerah perladangan yang tersedia.
Rumah tempat tinggal disebut ume tua. Karena status sosial penghuninya berbeda, rumah tempat tinggal dibedakan antara rumah raja atau istana yang disebut Sonaf atau ume Usif, dan rumah orang kebanyakan dinamakan ume to ana'. Denah rumah tempat tinggal berbentuk bundar dengan atap berbentuk kerucut. Luas rumah disesuaikan dengan kebutuhan dan status sosial ekonomi pemiliknya. Puncak atapnya bisa berbentuk sanggul wanita atau palung terbalik (ume ba'i). Rangka atap yang berbentuk bulat itu disesuaikan dengan bentuk alam semesta. Bentangan langit yang melingkupi bumi berbentuk bulat, sedangkan bumi yang dilingkupi langit itu juga bulat. Langit dan bumi itu merupakan lingkungan kehidupan manusia. Orang Dawan menirukan bentuk langit dan bumi dalam wujud rumah. Bahan pembuatan tiang rumah dipilih jenis kayu yang kuat (misalnya yang mereka sebut kayu kme, hu'e, matani). Tiang kayu bulat dan kuat itu melambangkan kekuatan laki-laki. Tanah yang langsung menjadi lantai rumah dipilih yang rata dan bulat, lantai yang rata itu melambangkan kelurusan hati. Di tengah rumah terdapat tungku tempat memasak yang juga dimanfaatkan untuk menghangatkan ruangan pada musim dingin, dan asapnya untuk mengawetkan bahan makanan yang disimpan di loteng. Ruangan untuk tidur dibedakan antara kamar tidur untuk orang tua yang disebut mala tupamnasi, dan ruang tidur untuk anak gadis dinamakan halli ana'.
Ragam hias pada rumah orang Dawan umumnya mengambil motif flora, fauna dan gejala alam. Di antara unsur flora terdapat motif daun sirih (maun no mina), yang merupakan lambang pergaulan dalam masyarakat pengikat persatuan, tanda sehati. Motif fauna meliputi Uma Ube' adalah rumah adat orang Meto yang dikenal juga dengan nama orang Dawan. Di depan rumah itu ada kayu bercagak tiga dan batu di atasnya adalah tempat meletakkan sesajian untuk nenek moyang, binatang cecak, buaya, kuda, bangau, ayam, ular burung elang, tokek, dan kakaua. Seperti halnya motif daun sirih, motif fauna pun mengandung arti yang terkait dengan kepercayaan. Suara cecak dikaitkan dengan pengambilan keputusan dalam suatu musyawarah, yaitu pertanda bahwa keputusan yang diambil tepat dan benar. Binatang kuda melambangkan kekuatan dan kekayaan, burung bangau dan burung elang melambangkan kekuasaan yang tinggi dan keberanian, Ular mewakili binatang sakral yang disembah. Gejala alam yang menjadi motif hiasan adalah motif matahari (Uis Neno), yang melambangkan kedudukan tinggi.
Orang Dawan mempunyai beberapa macam tempat pemujaan, yaitu Ume Le'o', Ume Musu, dan Ume Mnasi. Ume Le'o adalah tempat upacara khusus bagi keluarga untuk memohon kesuburan dan kebahagiaan kepada Tuhan. Ume Musu adalah tempat panglima perang, dukun perang, atau kepala adat mengadakan upacara sebelum dan sesudah melakukan peperangan. Ume Mnasi adalah tempat menyimpan benda suci (nono) atau benda pusaka nenek moyang yang dianggap keramat. Nama benda suci itu biasanya juga menjadi nama klen. Dalam bangunan ini terdapat tiang keramat, yang disebut ni mnasi, tempat menggantungkan benda-benda keramat dan meletakkan saji-sajian. Tempat upacara lainnya yang berada di luar rumah disebut Tol Uis Neno, yaitu tempat menyembah Dewa Langit atau Dewa Matahari (Uis Neno). Tempat ini merupakan sebuah lingkaran tumpulan batu. Di atas tumpukkan batu itu didirikan sebuah tiang bercabang tiga tempat meletakkan batu ceper untuk meletakkan saji-sajian. Tempat pemujaan lainnya adalah Nu'uf, yaitu tumpukkan batu berbentuk lingkaran yang terletak diatas bukit kecil di pinggir hutan. Nu'uf digunakan sebagai tempat meletakkan sajian bagi dewa langit.
Mata Pencaharian Suku Dawan
Orang Dawan hidup bercocok tanam di ladang dengan sistem berpindah. Tanaman ladangnya meliputi jagung, padi, jewawut, ubi-ubian, kacang hijau, kedelai, bawang, tembakau , jeruk dan apel. Pekerjaan lainnya adalah menyadap lontar. Pohon lontar biasanya hidup liar dan bergerombolan. Penyadapan lontar baru dapat dilakukan bila pohonnya telah berusia sekitar 10 tahun. Untuk memperoleh nira yang tinggi kadar gulanya, sebagian daunnya harus dibuang. Setiap pohon dapat menghasilkan 10 liter air nira per hari dengan kadar gula 17 persen. Akar pohon lontar yang sudah kering dapat dijadikan kayu bakar. Batangnya dapat dijadikan bahan bangunan, peti mati, dan tempat makanan ternak, sedangkan pelepahnya untuk tali. Pekerjaan di ladang dikerjakan oleh keluarga inti, tapi kadang-kadang dibantu oleh keluarga inti lain yang masih mempunyai hubungan kerabat. Tolong-menolong dilakukan secara timbal balik.
Selain bertani, mereka juga memelihara ternak, terutama sapi. Selain diambil dagingnya, sapi juga dijadikan mas kawin dalam upacara perkawinan. Tenaga sapi juga dapat digunakan untuk merencah sawah. Kini daerah Timor dikenal juga sebagai salah satu daerah pengekspor sapi dari Indonesia. Sejarah mata pencaharian masyarakat Dawan dimasa silam memberi petunjuk adanya kegiatan berburu binatang seperti rusa Timor, babi hutan, kera, musang, kuskus, ayam hutan, dan burung. Pekerjaan berburu dilakukan oleh kaum laki-laki. Pada masa lalu, taktik pengempungan binatang buruan ialah dengan membakar semak belukar atau hutan. Ketika api merambat membakar hutan mereka menari-nari sambil bersorak-sorai tetapi tetap waspada menjaga agar binatang buruan tidak lolos. Hasil buruan dibawa pulang dengan bersorak - sorai tanda suka-cita
Kaum wanita menyambut para pemburu tersebut juga sambil menari. Daging binatang buruan didoakan agar lepas dari pengaruh kekuatan gaib sehingga aman untuk dimakan. Setelah itu daging dibagikan kepada seluruh keluarga berdasarkan aturan adat. Puncaknya adalah acara pesta makan bersama yang diselingi dengan berbagai tarian. Tradisi berburu ini menjadi latar belakang adanya tari Honer, yang sampai sekarang masih dilakukan dalam berbagai upacara. Tarian ini menggambarkan suasana pengepungan dalam berburu. Penarinya saling berpegangan tangan sambil berputar-putar mengelilingi api unggun serta melantunkan pantun berupa kisah perburuan. Berbagai sub kelompok orang Dawan mengenai jenis-jenis tarian berburu ini dengan nama-nama tersendiri. Tarian tradisional ini pernah hilang dari kehidupan masyarakat Dawan, namun akhir-akhir ini tampak tumbuh kembali. Syair-syair yang mengiringi tarian itu mengundang berbagai pesan yang sesuai dengan kebutuhan masa kini, misalnya tema pendidikan, kesehatan, keluarga berencana, ekonomi, lingkungan hidup, pergaulan muda-mudi, dan tema lain. Tari Bonet ini ternyata menjadi salah satu media komunikasi tradisional yang sehat.
Kekerabatan Suku Dawan
Kelompok kerabat berupa keluarga inti disebut ume, dan keluarga luas disebut puknes. Mereka juga mengenal sistem klen yang disebut kuanes, yakni klen kecil yang merupakan gabungan dari beberapa keluarga luas. Gabungan klen kecil membentuk klen besar (kanaf),yang dikepalai oleh klen. Tiap klen menjalankan upacara-upacara keagamaan sendiri-sendiri dan mempunyai benda suci sendiri yang disebut "nono". Nama klen sering kali sama dengan nama benda sucinya. Prinsip penarikan garis keturunan yang berlaku bersifat patrilineal, artinya garis keturunan ditarik kepihak ayah atau pihak laki-laki. Seorang anak menjadi warga klen ayahnya, dan ia mempunyai hak dan kewajiban terhadap klen tersebut. Bila suatu klen mengadakan upacara, orang-orang yang ada kaitannya dengan klen tersebut diundang dan mendapat tempat terhormat. Dalam upacara dan juga dalam kehidupan sehari-hari pihak pemberi istri mendapat kedudukan yang tinggi.
Adat menetap sesudah nikahnya menentukan bahwa pada awal pernikahan pasangan pengantin untuk sementara berdiam di lingkungan kerabat istri (uksorilokal). Setelah berjalan beberapa waktu, keluarga ini pindah ke lingkungan kerabat suami (verilokal), meskipun ada pasangan yang tetap menetap secara uksorilokal. Seorang istri diakui sebagai anggota klen suaminya, meskipun ia masih mempunyai hak dan kewajiaban tertentu pada klen asalnya.
Pada masa lalu klen-klen yang ada dapat digolongkan sebagai klen bangsawan (usif), golongan orang biasa (rob) dan golongan budak (ate). Anggota lapisan itu pernah menjalankan adat endogami klen. Namun wanita-wanita dari golongan bangsawan ada yang kawin dengan pria dari golongan biasa yang berpengaruh dalam masyarakat. Hal ini ada kaitannya dengan anggapan bahwa pemberi istri lebih tinggi kedudukannya dari pada penerima istri. Golongan budak sudah tidak ada lagi pada masa sekarang, sementara dua golongan yang disebut pertama pun sudah mulai mengalami pergeseran. Masyarakat di desa-desa mengenal adanya golongan pemilik desa dan golongan yang bukan pemilik desa. Golongan pemilik desa (kuantif) terdiri atas orang-orang keturunan pendiri desa, dan mereka inilah yang menguasai tanah. Golongan bukan pemilik desa (atoin asaot) adalah orang-orang yang datang ke suatu desa termasuk laki-laki yang datang secara matrilokal.
Mereka ini tidak boleh memegang jabatan dalam desa itu. Selain itu ada pula golongan ketiga yang juga bukan golongan pemilik desa, yaitu golongan pengembara (atoin anaot). Golongan ini pun tidak menduduki jabatan dalam desa yang bersangkutan.
Agama dan Kepercayaan Suku Dawan
Uis Neno adalah dewa pencipta alam dan kehidupan di dunia, yang menjadi pusat sistem kepercayaan orang Dawan. Upacara-upacara pemujaan dewa dilakukan untuk memohon hujan, sinar matahari, keturunan, kesehatan dan kesejehteraan. Penjelmaan Uis Neno dikenal dalam bentuk dewa bumi atau dewa kesuburan (Uis Pah atau Uis Afu), dan arwah nenek moyang (Pah Nitu) yang mendiami bumi dan setiap benda yang hidup diatasnya. Oleh sebab itu, dalam setiap upacara yang dipanggil terlebih dahulu adalah dewa bumi dan roh nenek moyang. Arwah nenek moyang merupakan tempat berlindung, tempat meminta bantuan dan penghubung kehidupan di dunia dan alam gaib. Perwujudan pancaran kekuatan Uis Neno menjelma dalam bentuk totem, seperti kera, buaya, burung gagak, burung kakatua dan lain-lain, yang dimiliki oleh setiap klen.
Selain itu juga Uis Oe, yaitu dewa air yang menguasai sungai, danau dan mata air. Dewa inilah yang menurunkan embun dan hujan. Namun kadang-kadang dewa itu menjelma menjadi buaya, karena itu buaya ditakuti dan dihormati. Di samping itu mereka juga percaya kepada makhluk-makhluk halus, yang baik maupun yang jahat. Makhluk-makhluk halus itu dipuja dan dijinakkan dengan saji-sajian. Kini masyarakat Dawan juga memeluk agama Protestan, Katolik, dan Islam. Pemeluk agama Katolik yang terbanyak adalah di Kabupaten Timor Tengah Utara, sedangkan pemeluk agama Protestan banyak terdapat di Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kabupaten Kupang.
Sumber : Ensiklopedi Suku Bangsa Di Indonesia oleh M. Junus Melalatoa
0 Response to "Sejarah Dan Kebudayaan Suku Dawan"
Posting Komentar